janda juga manusia

Bookmark and Share
Janda, terkadang menjadi sebuah status yang sangat menyedihkan.  Mereka sering dipandang sebelah mata oleh tetangga, maupun masyarakat. Terkadang janda dianggap sebagai benalu dalam keluarga sendiri dan orang lain. Artinya, dianggap pengganggu terhadap kehiduoan rumah tangga orang lain. Begitu ,udah stigma-stigma jelek kita tambalkan pada mereka. Padadahal. bila kita mau belajar lebih banyak, tentang kehidupan para janda, mereka banyak yang menjadi perempuan perkasa. Cobalah bertanya pada diri kita, apakah pernah kita berpikir kalau sebenarnya status janda itu dapat menjadikan perempuan menjadi jauh lebih terhormat dan dapat dibanggakan serta dipandang dua belah mata bahkan empat belah mata termasuk mata kaki daripada kaum lelaki. Tanya kenapa?

Mari kita bandingkan dua kehidupan antara kehidupan janda dan duda. Bu Fitri ( bukan nama sebenarnya), janda yang memiliki seorang anak perempuan. Bu Fitri sudah 3 tahun menjadi seorang “JADI” (Janda Ditinggal Mati) oleh suaminya. Dahulu sebelum suaminya tiada, dia hanyalah seorang Ibu rumah tangga atau IRT yang tidak memiliki pekerjaan. Namun setelah ditinggal suaminya, ia berusaha untuk menghidupi dirinya dan anaknya dengan cara membuka bisnis kecil-kecilan dari modal yang dipinjamnya pada lembaga pemberi kredit mikro yang ada di desanya. Dengan modal kecil itu ia memulai membuka usaha Laundry (pencucian pakaian dengan menggunakan mesin cuci) di rumahnya. Nah, dengan usaha tersebut ia dapat menyekolahkan anaknya. Selain dari bekerja untuk menyekolahkan atau melanjutkan pendidikan anaknya, ia juga tidak terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang selalu membimbing dan menjaga anaknya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga Bu Fitri tersebut dapat membentuk seorang anak negeri yang memiliki pendidikan tinggi juga berakhlak mulia.

Nah, bandingkan dengan seorang duda bernama Bapak Fauzi, yang juga memiliki seorang anak perempuan. Pekerjaan Pak Fauzi sehari-hari adalah sebagai seorang pedagang pakaian dan cukup berhasil dalam usahanya. Dengan usahanya, ia mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat perguruan tinggi. Namun, nalurinya sebagai seorang lelaki yang tidak suka dikekang, ia jarang berada di rumah. Apalagi ia dituntut oleh pekerjaannya yang harus sering pergi ke luar kota untuk membeli barang dagangan yang akan dijual kembali di kotanya. Hal ini mengakibatkan jarangnya pertemuan dan komunikasi/interaksi ia dengan anaknya. Bukan tidak mungkin jika ini mengakibatkan anaknya terlibat dalam narkoba dan pergaulan bebas yang sudah sangat marak di negeri ini.

Dari cerita  tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang janda itu mampu merangkap kedua posisi orang tua, yaitu menjadi Ibu sekaligus Bapak bagi anak-anaknya. Ia bisa menjadi seorang ibu yang memiliki kelembutan hati dan kasih sayang yang begitu tulus, juga sekaligus menjadi seorang ayah yang harus giat, gigih dan kuat mencari nafkah untuk keluarganya. Jadi, apakah pantas jika kita memandang rendah seorang janda?  Pantaskah kita memberikan stigma=stigma negatif kepada mereka? Padahal mereka adalah perempuan-perempuan perkasa yang telah memberikan contoh sangat baik kepada kita.  Bukankah janda juga seorang manusia yang punya hati?

Hal ini patut direnungkan oleh semua orang.  Bagi kaum perempuan sendiri yang sering menganggap bahwa janda adalah nila di dalam sebelanga susu, harus ditinjau kembali.  Anggapan seperti ini harus segera kita musnahkan, karena sesama perempuan sudah selayaknya kita saling menghargai, memahami dan saling membantu. Sudah sewajarnya pula kita berpikir positif dan sekaligus malu pada diri sendiri, apabila kehidupan dan pendidikan anak-anak kita masih tertinggal jauh dari anak seorang janda. Dengan cara merubah cara pandang negatif kita terhadap para janda, Insya Allah akan dapat membangun kehidupan para janda itu sendiri.  Karena selama ini, eksistensi mereka sebagai kepala keluarga tidak pernah diakui, walau sepnajnag pengalaman kita, mereka adalah sosok manusia yang mandiri. Walau banyak yang tidak mampu menghadapi sulitnya dan beratnya tantangan kehiduoan yang dijalani. Selayaknya kita berfikiran dan bersikap adil dan supportif tergadap para janda yang kini berjuang hidup setelah ditinggalkan oleh sang suami yang sudah terlanjur dinobatkan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Semoga saja kita mau merubah persepsi dan tindakan kita ke arah positif dan lebih baik terhadap para janda. Sehingga tidak ada lagi sebutan-sebutan yang melecehkan perempuan janda, seperti sebutan janda kembang, janda ini dan janda itu.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar